Pendahuluan
|
Filsafat ilmu adalah pengkajian mengenai asumsi,
fondasi dan implikasi dari ilmu alam (seperti biologi, kimia, fisika, ilmu bumi
dan astronomi, dan juga ilmu sosial yang mengurusi masalah perilaku manusia dan
sosial).
Lalu munculah pertanyaan seperti : apa itu ilmu?, apa
itu tujuan ilmu dan bagaimana kita akan menginterpretasi hasil dari ilmu
tersebut?.
Ilmu adalah kepercayaan banyak orang bahwa asumsi dan
metode dari riset mengenai fisika dan ilmu alam sangatlah dibutuhkan atau
malahan penting terhadap semua disiplin ilmu lainya, termasuk filsafat, manusia
dan ilmu sosial. Positifsm sangat erat hubungannya dengan filsafat yang
mengatakan bahwa pengetahuan yang autentik adalah pengetahuan mengenai ilmu,
dan pengetahuan tersebut muncul dari persetujuan positif dari teori lewat
metode sains ( yang berarti harus melewati tahap observasi dan eksperimen, dan
formulasi dan test hipotesa).
Apa itu Ilmu? |
Salah satu pertanyaan fundamental di filsafat ilmu
adalah membedakan antara ilmu dan bukan ilmu, meskipun banyak yang mengatakan
hal itu sebagai yang tidak mungkin dipecahkan. Dalam sejarah, point penting
dari perdebatan tersebut adalah masalah antara ilmu dan agama, bahkan sampai
sekarang, banyak para penantang desain intelektual dari pihak dari luar
keilmuan yang kebanyakan tidak memnuhi kriteria dari ilmu dan tidak mungkin
dapat di samakan penanganannya seperti evolusi dan pernyataan penantangnya.
Kriteria dari ilmu termasuk :
- Pembuatan
hipotesa yang memenuhi kriteria dari kemungkinan yang ada (tidak harus
benar maupun salan), dapat terbukti juga salah dan ada kemungkinan benar
dan salah lewat pembuktian.
- landasan
bukti yang empiris
- penggunaan metode sains
|
Empirisme ( dan selanjutnya positifisme dan
posifitisme logis) landasan ilmu dalam melakukan observasi, dan mengkampanyekan
pengurangan seluruh pengetahuan manusia menjadi logis dan berdasar pada sains.
Bukan sains atau ilmu, di kata lain, (seperti metafisik dan filsafat agama)
adalah bukan sebuah hal yang dapat di observasi dan tidak berarti apa-apa, juga
dinamakan sebuah teori verificationisme.
Karl Popper(1902-1994), dalam tanggapannya mengenai
Positifisme logis, menyadari bahwa sebuah teori dapat menjadi berarti tanpa
harus scientific, dan bahwa pusat dari ilmu adalah tujuan dari klaim yang
menyalahkan ( klaim yang dapat dibuktikan salah, setidaknya dalam teori),
dimana ia sebut sebagai falsificasionisme.
Orang Amerika Thomas Kuhn (1922-1996) menunjukkan
bahwa sebagain besar sains atau ilmu adalah yang ia sebut sebagai normal sains
(pekerjaan menyelesaikan masalah yang terikat dengan teori dan pengetahuan yang
ada). Bagaimanapun, ketika banyak anomali terjadi selama proses dari normal
sains, itu akan menjadi persetujuan bahwa pekerjaan itu sebenarnya luar biasa
atau sains yang revolusioner dengan paradigma sains terbaru. Lalu mungkin akan
muncul perubahan paradigma baru ( seperti perubahan dari ilmu newton ke
einstein) sampai dengan paradigma baru tersebut disetujui sebagai norma oleh
komunitas sains dan di hubungkan dengan pekerjaan mereka yang sebelumnya. Kuhn
mengatakan bahwa paradigma baru ini dapat disetujui karena memiliki kemampuan
superior untuk menyelesaikan masalah yang muncul selama proses melakukan normal
sain, dan pseudosains atau yang bukan sains lalu dapat terdefinisikan oleh
sebuah kesalahan untuk menyediakan penjelasan untuk paradigma tersebut.
Dengan cara ini, sains atau ilmu dapat berkembang
dengan tidak hanya secara bertahap membangun dan meneruskan pekerjaan dari masa
lalu seperti yang telah terjadi, tetapi dengan jalan revolusi di jalan berpikir
baru dalam sebuah komunitas sains yang telah berubah seluruhnya. Kuhn pada
tahun 1962 menulis buku berjudul “ The Structure of Scientific Revolutions”
sangatlah sukses dan populer, dan menjadi salah satu karya filsafat yang
berpengaruh. Dan telah disebut-sebut banyak orang sebagai karya filsafat paling
berpengaruh abad ke 20.
Sumber
Sumber
No comments:
Post a Comment