Thursday, January 26, 2017

Definisi Filsafat Pendidikan

Pendahuluan



Filsafat pendidikan adalah sebuah label yang diberikan ke maksud dari tujuan, proses, hakikat, dan landasan dari pendidikan. Dapat dimasukkan ke dalam cabang filsafat dan pendidikan. Pendidikan dapat diartikan sebagai pengajaran dan pembelajaran suatu kemampuan khusus, dan penanaman pengetahuan, keadilan dan kebijaksanaa, dan menjadi semakin luas daripadan istilah institusi pendidikan yang sering kali dibicarakan orang.

Kebanyakan pendidik menganggap hal itu adalah hal yang lemah dan terlalu luas, terlalu jauh dari kegunannya dan malah dianggap menghapus aplikasi praktis yang berguna. Tetapi para filsuf dari dulu kala seperti Plato dan banyak filsuf Yunani kuno telah memberikan ranah filsafat pendidikan itu banyak perhatian dan pemikiran, tetapi ada keraguan bahwa usaha mereka telah membantu membentuk praktek dari pendidikan selama ini.

Era Kuno


Plato adalah pemikir awal yang terpandang, dan pendidikan adalah hal yang sering kali dibahas di bukunya “The Republic” (hasil karyanya yang paling penting di dunia filsafat dan teori politik, ditulis sekitar 360 SM). Di dalamnya, dia menyarankan menggunakan metode yang ekstrem: memisahkan anak dari kasih sayang ibunya dan membesarkan mereka sebagai pelindung negara, dan  membeda-bedakan anak-anak yang cocok ke berbagai jenis kasta, yang tertinggi mendapatkan pendidikan yang tinggi, jadi mereka dapat menjadi seorang pembela negara dan tidak peduli apapun selain itu. Dia percaya bahwa pendidikan seharusnya menyeluruh termasuk kemampuan, fisik, disiplin, musik dan seni. Plato percaya bahwa bakat dan intelek tidak turun dari lahir tetapi dapat ditemukan di semua anak di semua kelas, meskipun metode yang dia kemukakan menunjukkan sistem pendidikan selektif untuk para minoritas populasi masyarakat dan tidak mengikuti model demokrasi yang ada.

Aristoteles menganggap hakikat manusia, kebiasaan dan akal sama pentingnya sebagai kekuatan yang membentuk pendidikan, tujuan utamanya adalah seharusnya untuk membentuk masyarakat baik dan bijak. Dia memaparkan bahwa para guru memimpin para murid secara sistematis dan pengulangan adalah sebagai kunci unuk mengembangkan kebiasaan baik, tidak seperti pernyataan Socrates di bagian menanyakan para pendengarnya atau muridnya untuk mengeluarkan gagasan mereka sendiri. Dia menawarkan metode yang seimbang mengenai teori dan aspek praktik dari subyek yang diajarkan, diantaranya yan secara jelas ia nyatakan ialah literatur, sejarah, dan ranah ilmu pengetahuan, juga permainan atau game ia anggap sebagai hal penting.

Selama masa abad pertengahan, gagasan mengenai Perennialisme telah di formulasikan oleh St. Thomas Aquinas di dalam tulisannya “De Magistro”. Perennialisme mengatakan bahwa seseorang harus mengajarkan hal-hal yang diangap sebagai subyek penting dan bakal kekal kegunaannya untuk semua orang di manapun, seperti mengenai prinsip dan akal pemikiran, bukan hanya fakta (yang sering kali berubah seiring berjalannya waktu), dan orang itu harus mengajarkan pertama kali mengenai manusia, bukan mengenai mesin atau teknik. Dan setelah itu teori dari secular perennialism berkembang.

Baca Juga :


Era Modern



Selama masa Renaissance, seorang skeptis Prancis bernama Michel de Montaigne (1533-`1592) adalah salah satu orang pertama yang melihat secara kritis ke pendidikan. Tidak biasanya untuk waktu itu, Montaigne berani mempertanyakan kebijaksanaan konvensional saat itu, mempertanyakan keseluruhan sistem pendidikan, dan asumsi terakhir saran terbaiknya adalah bahwa filsuf yang terdidik di universitas lebih dibutuhkan karena lebih bijak daripada pekerja lahan yang tidak pernah mengenyam pendidikan.          

Pada akhir abad ke 17, John Locke membuat tulisan yang termasuk berpengaruh di masanya mengenai “Some Thoughts Concerning Education”, dimana yang dia kata bahwa pemikiran seorang anak adalah sebuah tabula asa ( atau papan tulis yang kosong) dan tidak berisi satupun gagasan. Menurut Locke, pikiran harus di didik dengan tiga pendekatan: pengembangan badan yang sehat, pembentukan karakter yang bijak, dan pemilihan kurikulum akademis yang cocok. Dia tetap kukuh bahwa seseorang adalah bentuk panjang hasil dari pendidikannya, dan juga menunjuk bahwa pengetahuan dan tingkah laku yang telah diterima oleh seorang anak di awal masa pembentukan sering kali sangat berpengengaruh dan mempunyai peran penting di masa hidup selanjutnya.

Jean-Jacques Rousseau, pada abad ke 18, mengatakan bahwa ada satu proses perkembangan yang mirip antara manusia satu dengan yang lainnya, terdorong oleh rasa ingin tahu yang membuat anak-anak belajar dan beradaptasi dengan sekelilingnya. Dia percaya bahwa semua anak-anak terlahir untuk siap belajar dari sekelilingnya dan juga siap tumbuh menjadi manusia dewasa yang bijak, tetapi karena adanya pengaruh dari sosial yang buruk, mereka sering kali gagal untuk menuju ke taraf tersebut. Untuk melawan ini, dia memberikan saran untuk memisahkan anak-anak dari sosial selama pendidikan. Dia juga percaya bahwa bakat manusia dapat berkembang tanpa batas lewat pengajaran yang baik.

John Dewey juga seorang pembaru sistem pendidikan yang progresif di awal abad ke 20an. Untuk Dewey, sangat penting bahwa pendidikan tidak hanya melulu tentang pengajaran fakta yang pasti, tetapi bahwa kemampuan dan pengetahuan dimana para murid dapat belajar untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sebagai seseorang, masyarakat dan manusia, karenanya dia menyarankan untuk belajar sembari melakukan atau praktek dan menggabungkannya dengan pengalaman masa lalu murid tersebut yang dibawa ke kelas.

Rudolf Steiner (1861-1925) adalah salah satu seorang yang berpengaruh terhadap pembaruan pendidikan, dan pendidikan model waldorfnya menekankan keseimbangan antara pengembangan intelek atau pikiran, perasaan dan kehidupan yang berseni ( atau hati) dan kemampuan praktis (atau tangan), dengan pandangan untuk membentuk individu bebas yang akan membuat perubahan baru, sistem sosial yang bebas.

Filsuf penting lainnya di pendidikan selama abad ke 20 termasuk dengan orang Italia bernama Maria Montessori (1870-1952), orang Swiss Jean Piaget (1896-1980) dan orang Amerika Neil Postman (1932-2003)

No comments:

Post a Comment